MAFI Fest 2017, Antusiasme Sineas Pelajar-Mahasiswa Meningkat Dua Kali Lipat

Selasa, 11 April 2017 - 18:53 WIB
MAFI Fest 2017, Antusiasme...
MAFI Fest 2017, Antusiasme Sineas Pelajar-Mahasiswa Meningkat Dua Kali Lipat
A A A
JAKARTA - Festival film garapan mahasiswa pertama di Indonesia, Malang Film Festival (MAFI Fest) kembali hadir. Antusiasnya naik dua kali lipat dibanding tahun lalu, di mana jumlah film yang masuk naik hingga 53 persen dari 278 film pendek di tahun lalu, menjadi 426 pada MAFI Fest 2017.

“Hal tersebut menunjukkan bahwa minat pelajar dan mahasiswa dalam dunia sinematografi kian meningkat setiap tahunnya,” kata Direktur MAFI Fest Fania Yuning Sari.

Di usia yang ke-13 ini MAFI Fest diharapkan dapat terus menjadi referensi bagi pegiat film di Indonesia, sekaligus tolak ukur perkembangan sinema, khususnya di kalangan pelajar dan mahasiswa Indonesia. Perhelatan akan dilaksanakan di Theater UMM Dome, pada 11-14 April dengan tema “Harmoni”.

Tema ini dipilih ini berkaca dari penyelenggara dan karya film maker peserta kompetisi yang terdiri dari beragam ras, agama, dan suku. Dijelaskan Fania, spiritnya diharapkan keberagaman ini dapat disatukan hingga menciptakan sebuah keindahan, dan keindahan itulah yang akan ditampilkan selama festival ini berlangsung. Dari sisi karya, film-film yang masuk pada MAFI Fest juga memiliki keberagaman, baik dari segi genre, warna, dan cerita film.

MAFI Fest akan dimulai setelah jauh sebelumnya yaitu sejak November 2016 hingga Februari 2017, pihak panitia telah melakukan sosialisasi dan penerimaan karya film untuk festival yang digagas oleh unit kegiatan mahasiswa (UKM) Kine Klub UMM ini.

Dari segi kategori, tidak jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, terdapat empat kategori yang dikompetisikan yakni Fiksi Pendek Pelajar, Fiksi Pendek Mahasiswa, Dokumenter Pendek Pelajar, dan Dokumenter Pendek Mahasiswa.

BW Purbanegara, Novi Hanabi, dan Panji Wibowo didapuk sebagai juri kategori film fiksi. Kemudian Akbar Yumni, Caroline Monteiro, dan Nashiru Setiawan merupakan juri kategori film dokumenter. “Eksistensi para juri itu di dunia sinematografi sudah tidak diragukan lagi. Juri-juri inilah yang akan memilih siapa saja jawara di MAFI Fest 2017,” jelas Fania.

Fania menambahkan, ada nuansa baru dalam MAFI Fest kali ini, yaitu penamaan program-program festival yang sepenuhnya berbahasa Indonesia. “Tujuannya agar ada pemerataan, itu kenapa kami memilih menggunakan bahasa Indonesia pada penamaan keseluruhan program. Tema harmoni yang kami pilih pun Indonesia banget”, paparnya.

Sementara, salah satu juri MAFI Fest ke-13 Novi Hanabi dalam konferensi pers menilai, MAFI merupakan ajang festival film yang cukup konsisten diselenggarakan tiap tahunnya.

“Perkembangan baik festival maupun film-film pilihan yang ada di MAFI Fest tahun ini cukup menarik dan bisa menjadi alternatif tontonan. Saya menjamin referensi film-film yang dipilih teman-teman MAFI menarik,” kata Novi yang saat ini tengah sibuk sebagai publisis film Indonesia.

Program-program MAFI Fest ini terbagi dua, yakni program kompetisi dan program non-kompetisi. Pada program kompetisi akan diputarkan film-film yang telah lolos tahap administratif dan tahap kurasi, sementara program non-kompetisi merupakan program lain yang disuguhkan penyelenggara yang tidak bersifat kompetitif.

Program non-kompetisi sendiri terbagi menjadi beberapa program, yakni Malang Sinau Dokumenter, Ruang Apresiasi, Sinema Arek Malang, Penayangan Khusus, Program Kuratorial, Diskusi Umum, Forum Festival, dan Temu Komunitas.

Pada program Ruang Apresiasi akan diputarkan secara perdana film dokumenter yang telah diproduksi siswa SMA/SMK pada program Malang Sinau Dokumenter dan juga akan ada pemutaran perdana film “Tilaran”, film Produksi Bersama Ke-14 Kine Klub UMM. Sedangkan program diskusi umum akan mengangkat isu-isu yang sangat dekat dengan para sineas di Indonesia saat ini.

Isu yang akan dibahas pada program ini adalah “Sinema, Roda dan Gerakan” dan “Digital Platform dan Film Masa Kini”. Pada program Penayangan Khusus akan diputarkan film panjang berjudul “Nokas” karya Manuel Laberto, sebuah film dokumenter yang mengangkat isu adat perkawinan dari wilayah Timur Indonesia, di mana isu seperti ini masih jarang menjadi sorotan publik. Pada program Forum Festival, Malang Film Festival berkolaborasi dengan Denpasar Film Festival dan Festival Film di Surabaya atau Festival Kecil (Festcil).
(tdy)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0690 seconds (0.1#10.140)